Aliran Rasa Kompas Peradaban

Bagi saya, memutuskan perkara adalah sesuatu yang sulit dilakukan, sejak dulu. Saya tidak pernah memutuskan hal dalam waktu singkat. Begitu pula ketika memutuskan untuk bergabung dengan Ibu Profesional. Bahkan butuh bertahun-tahun akhirnya saya memantapkan diri untuk bergabung. Namun bukan hal yang mudah untuk meyakinkan suami. 


Buku-buku parenting sudah banyak yang saya baca. Kadang bisa saya terapkan atau kadang saya abaikan begitu saja, membuat suami akhirnya ragu-ragu karena sifat saya yang plin-plan. Namun, akhirnya saya berhasil meyakinkannya, ketika saya mengatakan bahwa kelas ini adalah kelas seumur hidup, untuk belajar menjadi seorang ibu yang profesional.

Saya adalah tipikal manusia yang memiliki ambisi dan konsistensi kuat, serta idealisme. Ketika menjadi seorang ibu pertama kali, saya percaya diri bisa mendidik anak saya dengan mandiri dan sungguh-sungguh. Namun semua hal itu berubah ketika saya menemukan potensi diri saya yang lain. Ibarat amoeba, diri saya terbagi menjadi dua. Menyadari potensi saya di bidang marketing online, akhirnya saya berambisi kuat untuk menjadi seorang marketing digital. Banyak waktu saya habiskan untuk belajar hal itu. Walhasil, penjualan online saya meningkat tajam. Namun saya merasa ada yang salah dari diri saya, ketika itu saya selalu menangis sendiri tanpa sebab. Merasa bahwa saya kehilangan peran yang lain.

Begitu pula hari ini, saya menemukan potensi lainnya dalam diri saya yang sebenarnya sudah ada sejak saya SMP. Namun saya baru bisa mengaktualisasikan diri pada hari ini, ketika anak saya sudah berusia 4 tahun lebih. Saya tidak terlalu pandai memanajemen waktu dan emosi.

Ketika memasuki kelas matrikulasi, saya berharap sebagian besar dari diri saya bisa berubah. Bukan untuk menghilangkan semua potensi yang saya miliki, melainkan mengatur itu semua agar saya bisa bersikap profesional dalam menjalankan semua peran. Baik sebagai ibu, istri, pebisnis online dan penulis. Inilah yang saya rasakan. 

Pada kelas matrikulasi awal ini saya diingatkan dengan jelas bagaimana memanajemen waktu dan gadget, serta berusaha disiplin untuk mengerjakan misi dari pekan satu ke pekan berikutnya. Ditambah lagi selalu ada penyemangat yaitu teman-teman sekelas yang memiliki domisili yang sama. Saya sadar bahwa saya tidak sendiri, meski permasalahan kami pun berbeda-beda. Didorong pula dengan semangat dari widyaiswara, membuat saya berpikir, bahwa saya tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang sudah lama saya nantikan ini. 

Saya beruntung diterima di tahun ini setelah setahun menunggu. Jadi saya berusaha mendisiplinkan diri saya, meski memang ada penolakan dari diri saya sendiri, tetapi saya berusaha mengalahkan hal itu semua, kecemasan, keengganan, serta ketidakacuhan. Saya berharap saya bisa mengalahkan ego saya terlebih dahulu, sambil memanajemen diri agar semua peran bisa saya optimalkan.

Saya berkomitmen pada diri saya, untuk memilik prinsip seperti apa yang diarahkan oleh IIP dan membumikan semua perilaku terpuji dan bermartabat serta menghilangkan hal-hal negatif yang membuat nista.

Semoga IIP menjadi wasilah bagi diri ini untuk menjadi ibu dan wanita yang lebih baik. Semoga Allah meridhoi ikhtiar ini. Aamiin.


Share this:

, , , , ,

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment