Know Yourself, Love Yourself




Dalam misi penyelaman kali ini, kami mahasiswa Institut Ibu Profesional dikenalkan dengan materi karakter moral yang ada di IP. Para Widyaiswara menceritakan kisah mereka masing-masing dalam menyelami karakter moral. Ada lima karakter moral Ibu Profesional yang bisa menjadi pedoman, yaitu:
1. Never Stopped Running, The Mission Alive
2. Don't Teach Me, I Love to Learn
3. I Know I Can be Better
4. Always on Time
5. Sharing is Caring
(sumber: Ebook New Chapter Ibu Profesional 2020)





Inilah kisahku, 

I Know I Can be Better...

Sebelum menikah, saya termasuk perempuan yang cukup boros, tidak memperhitungkan keuangan dengan baik, karena memang orangtua saya pun begitu. Jadi sepertinya, saya tidak terlalu baik dalam mengelola keuangan pribadi. Jajan setiap hari, membelikan barang-barang yang tidak penting dan tidak prioritas adalah hal yang menyenangkan bagi saya waktu itu.

Hanya saja, keadaan mulai berubah ketika saya menikah. Suami saya termasuk orang yang cermat, penuh perhitungan, hemat dan irit. Hal itu membuat saya kaget ketika awal menikah, apalagi karena kami mengenal baru tiga bulan saja melalui proses taaruf yang kami jalani. 

Pada saat itu, gaji suami masih di angka 2 jutaan. Tetapi ia bekerja keras sehingga pendapatan kami bisa bertambah 1 juta. Dulu kami membuat planning untuk mendapatkan 100 juta pertama, dengan impian kami bisa membangun rumah impian kami dalam usia 5 tahun pernikahan. Saya yang sama sekali blank terkait bagaimana mengelola keuangan keluarga apalagi menabung, sungguh saya tidak bisa menghitung berapa besar uang yang harus kami tabung agar kami bisa membangun rumah. Karena secara basic, orangtua saya tidak pernah memiliki tabungan investasi. Keuangan orangtua saya malah sering defisit meskipun keduanya PNS, sehingga sering gali lobang tutup lobang karena memiliki utang, yang tidak jelas peruntukannya.

Beruntungnya, saya dan suami memiliki visi misi yang sama. Kami tidak ingin memiliki utang apalagi yang berbunga. Sejak awal pernikahan kami juga memiliki opsi terkait rumah ini, apakah mengambil KPR syariah atau membeli tanah lalu membangun rumah. Sejak saat itulah, suami saya menggembleng dan mengararahkan saya untuk berubah.

Saya termasuk orang yang gengsi, idealis, dan memiliki standar tinggi terhadap apapun, meski sebenarnya ketika dibenturkan realita, saya menjadi realistis dan apa adanya. Ini kelemahan sekaligus kelebihan yang akhirnya suami saya arahkan. Saat itu saya tidak bekerja apapun, hanya di rumah saja ketika hamil anak pertama. Suami menyuruh saya untuk berjualan untuk bisa menambah penghasilan kami. Akhirnya saya mencetuskan sebuah ide untuk berjualan eskrim scoop. Jualan yang simpel, mudah, dan tidak ribet. Suami saya juga masih mempertimbangkan kualitas dan brand es krim yang kami jual itu sesuai dengan standar saya. Awalnya saya malu, karena saya termasuk orang introvert yang malas menghadapi orang lain. Tetapi karena saya ingin punya uang lebih untuk impian kami, saya memberanikan diri. Apalagi untung dari eskrim perbulannya lumayan besar. 

Setelah tiga bulan berjualan es krim, kami mengembangkan diri lagi. Kali ini tantangannya lebih besar, karena suami saya diberhentikan oleh kantor perusahaan tempatnya bekerja. Apalagi kondisi kehamilan sudah semakin tua, tetapi saya positif kami bisa melewati ini semua. Akhirnya kami mencoba membuka kedai dessert, masih dengan eskrim sebagai menu utamanya. Kami menyewa ruko yang cukup bagus, sesuai dengan standar saya, dengan biaya kontrak 15 juta/tahunnya. Suami mendorong saya untuk membuat menu-menu dessert es krim yang simpel tetapi tetap menarik. Usaha kami di awal memang bisa dikatakan lumayan, tetapi dengan munculnya pesaing baru, kami akhirnya kalah dan menutup usaha. Hanya saja kami bersyukur, karena Allah memberi rezeki pekerjaan baru yang lebih baik untuk suami saya. 

Dari sana, suami saya tidak cukup dengan menerima gaji kerjanya. Saya masih diarahkan untuk terus menggali potensi apa yang bisa saya berikan untuk bisa berkontribusi dalam keuangan keluarga demi tercapainya impian bersama. Akhirnya, suami saya mencetuskan agar saya terjun ke dunia online, menjadi marketer. Inilah pasion pertama saya di dunia online, menjadi marketer digital, meskipun sebenarnya tidak jauh bedanya dengan seorang dropshipper. Saya belajar, membeli buku yang membahas jualan online. Luar biasa saya menikmatinya dan hasilnya di luar dugaan. Sambil menikmati menjadi ibu baru, saya pun dituntut tetap konsisten dengan hobi saya yang dibayar ini. Walhasil sampai sekarang saya bisa menyumbang tabungan untuk pembangunan rumah kami.

Begitu pula ketika suami meminta saya untuk keluar dari rumah orangtua, yang selama hampir 3 tahun ini kami tempati. Saat itu, kami menemukan apartemen transit (rusun), sebuah bangunan milik Pemprov Jabar yang dikhususkan untuk para pekerja industri. Awalnya saya gengsi, karena pikir saya rusun identik dengan pemukiman yang kumuh, padat dan tidak teratur. Tetapi setelah kami survey, rusun milik Pemprov ini begitu terawat dan terjamin keamanannya. Dengan biaya sewa tidak lebih dari 300ribu/bulan, kami akhirnya memutuskan tinggal di sini, karena ternyata bisa menghemat pengeluaran lebih dari tinggal di rumah orangtua kami sendiri, apalagi jarak dari kantor suami sangat dekat. Sehingga kami bisa menabung lebih banyak, bahkan kami masih bisa mengalokasikan dana untuk lainnya, seperti liburan di akhir pekan.

Alhamdulillah, di tahun ke enam pernikahan ini, kami sedang membangun rumah impian kami. Meski lewat setahun dari rencana, kami menikmati setiap jerih payah kami. Kami bersyukur melewati itu semua, karena itu menjadikan saya lebih kuat, lebih berani, dan lebih baik.

Dari sini saya menyadari, bahwa saya akan konsisten dengan sesuatu yang membuat saya bahagia. Saya akan berusaha menerapkannya kembali dalam mendidik anak dan mengurus rumah tangga. Saya harus bahagia dan menikmati setiap waktu dan aktivitas yang dijalani. Inilah tantangan saya kedepannya.

Minat serta potensi yang saya miliki sudah saya tentukan, Kini waktunya fokus, untuk menjadi ibu profesional, marketing digital (pebisnis online), dan seorang penulis fiksi.

Saya tahu saya bisa, saya akan berusaha berkomunikasi dengan suami (sebagai motivator pribadi), saya pasti bisa melampaui itu semua. 

Bismillah...semoga Allah meridhoi setiap ikhtiar saya. Aamiiin.

Share this:

, , ,

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment