Recharging Writing Mood




Menjadi penulis novel fiksi di salah satu platform novel online, dengan popularitas mencapai 1,7 million alias 1,7 juta dengan jumlah pembaca mencapai 10ribuan per hari adalah anugrah sekaligus beban bagi saya.

Untuk season pertama, novel saya mendapat apresiasi yang sangat bagus dari para pembaca, mengingat saya baru pertama kali mencoba menulis di sana. Meski sebelumnya sudah ada beberapa novel yang pernah saya tulis dulu dimuat juga di sana, tetapi antusias pembaca tidak sebesar novel ke-5 saya ini. Apalagi menjelang kisah akhirnya, banyak para pembaca memberi apresiasi luar biasa, sehingga pencapaian menulis saya naik cukup drastis. 

Akhir Mei, season pertama sengaja saya bikin tamat, karena saya sudah jenuh untuk meneruskan. Kebetulan outline atau kerangka cerita yang saya bikin juga sudah habis. Saya anggap tokoh-tokoh utama sudah bisa menyelesaikan konfliknya sendiri, setelah mereka menyadari kesalahan hidup dan pola pikirnya, sehingga mereka hijrah. 

Di awal Bulan Juni, saya meneruskan kembali sekuelnya (season 2), dengan cerita yang berbeda tetapi masih berkesinambungan dengan season pertama. Saya mengambil tokoh-tokohnya dari anak-anak tokoh di season pertama. Jadi novel ini bisa dibaca terpisah. 

Saya mengambil tema remaja untuk segmen tokoh di season ke 2 ini. Saya sadar, saya mengalami banyak kesulitan terutama pada penggambaran tokoh. Saya bukan remaja lagi, saya sudah emak-emak, mungkin inilah yang jadi kendala terbesar saya. Walhasil, para pembaca yang awalnya antusias untuk melanjutkan bacaan mereka, kini akhirnya banyak diantara mereka mundur.

Saya menaruh tokoh dengan karakter nilai moral dan prinsip agama yang dipegangnya. Ini yang saya dapat, para pembaca tidak terlalu suka dengan karakternya. Saya tahu, ini adalah resiko terbesar saya ketika menempatkan tokoh itu pada cerita saya. Saya tidak bisa leluasa memainkan alur seperti pada season pertama yang notabene adalah pemuda dan seorang wanita yang basicnya jauh dari agama.

Dari sini saya menemukan komentar-komentar para pembaca yang menyudutkan tokoh yang memiliki prinsip ini. Saya yakin mereka sedikit kecewa, meskipun sebagian besar masih terus mendukung saya karena cerita yang saya tulis berbeda dan unik.

Kadang, komentar-komentar inilah (mengutarakan kekecewaan) yang membuat mood menulis saya turun. Bahkan alur dan kerangka yang sudah saya rancang tiba-tiba menguap dari kepala. Hanya saja, saya menyadari ini adalah ujian. Ujian bagi saya yang mulai menapaki fiksi. Dengan prinsip yang sudah saya pegang sebelumnya. saya tidak bisa menulis cerita sembarangan. Harus ada nilai moral yang bisa diterapkan dalam cerita-cerita saya. Memang genrenya menjadi Roman Religi, karena banyak pesan agama yang masuk di sana. 

Ah, berat memang untuk menjadi terkenal. Baru juga karya yang dibaca. Apalagi semacam artis/selebgram/youtuber terkenal ya? Maka, memegang prinsip yang sudah dicatat haruslah menjadi kekuatan tersendiri. Tulislah apa yang kau ingin tulis, biarlah mereka berkomentar seperti maunya. Anggaplah kritik untuk membuat kita lebih baik. 

Harus banyak berlatih lagi nih. Ayo semangat!










Share this:

, , , ,

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment