[Story] Ketika Memutuskan Berhijab....


Saat ini (2019) mungkin hijab sudah menjadi trend fashion di tengah-tengah masyarakat. Ingat, hijab itu bukan bagian dari budaya suatu bangsa, melainkan adalah ajaran agama Islam. Jadi salah kaprah ketika mengkaitkan hijab sebagai budaya bangsa Timur Tengah atau Arab.

Meskipun saat ini sudah menjadi trend fashion atau life style muslimah Indonesia, namun tentu kita harus memahami hakikat hijab bahwa ini merupakan perintah Allah swt. Oleh karena itu kita mesti menyadari bahwa kita mengenakan hijab dalam rangka mewujudkan ketakwaan dan ketundukan kepada Allah SWT.

Well, di sini saya akan share sedikit pengalaman ketika memutuskan saat pertama kali berhijab syari. 

Saat itu tahun 2008, saya mengikuti mentoring perkuliahan agama di kampus. Mentoring ini sifatnya wajib karena akan menambah nilai mata kuliah agama. Mau tidak mau, saya yang sudah berhijab gaul saat itu, mengikuti mentoring agama di fakultas.

Seperti kebanyakan, kakak pementor menggunakan kerudung yang besar hingga menutupi pinggang dan bagian belakangnya. Hanya saja pementor kelompok saya menggunakan gamis. Saat itu saya rasa gamis masih sangat jarang digunakan oleh akhwat. Biasanya kerudung mereka besar tapi untuk pakaian kebanyakan menggunakan rok dan atasan. Namun, saya tidak peduli. Saya akan mendengarkan apa yang kakak mentor saya sampaikan.

Tibalah di satu waktu membahas bagaimana perempuan menutup aurat. Ternyata saya baru tahu bahwa perempuan itu wajib berkerudung juga berjilbab. Jilbab dan kerudung itu beda ya, penjelasannya bisa dibaca di sini.

Pada saat itu saya berkerudung seperti kebanyakan muslimah lainnya. Berkerudung tidak menutupi dada. Masih berpakaian ketat (meskipun kalau saya sendiri jarang, hanya saja masih menggunakan celana jeans, untuk atasan biasanya saya mengenakan tunik yang menutupi bokong). 

Setelah mendapat materi tentang kewajiban khimar dan jilbab, hati saya gelisah dan tak karuan. Pikiran dan hati terus tidak bisa tenang. Karena saya tahu ini perintah Allah. Tapi saya berusaha melupakan ayat itu (Al-Ahzab: 59), berusaha mengelak bahwa saat ini saya belum siap. Sampai akhirnya setan berhasil membujuk saya melupakan semuanya, sampai pementoringan berakhir dan bahkan satu tahun ke depan.

Sampai suatu hari tiba. Saya diajak teman yang tergabung di DKM kampus untuk mengikuti training motivasi, yang ternyata pengisinya adalah Ustadz Felix Siauw. Saat itu saya tidak mengenal beliau, bahkan baru tahu kalau beliau ternyata seorang mualaf yang sekarang justru menjadi motivator dakwah Islam. Saya mengikuti acara itu bersama 2 orang teman sekelas. Dalam acara tersebut, Allah membuka hati saya. Saya terus teringat dosa dan kematian. Saya banyak menangis di acara itu. Hingga Allah menunjuki saya pada jalan dakwah.

Setelah acara selesai, saya ditawari untuk melanjutkan kajian islam lebih intensif dan privat. Tentu saya terima berbarengan dengan 2 teman sekelas. Namun hanya saya saja yang semangat mengikuti kajian. Dua orang teman saya gugur di tengah jalan. Akhirnya saya meneruskan kajian sendiri.

Di kajian tersebut saya diingatkan kembali untuk berkomitmen berhijab syari. Karena tidak ada pilihan lain bagi seorang muslimah yang mengaku beriman, kecuali taat pada perintah Allah. Ternyata saya pun masih seorang yang bandel. Bukannya menyegerakan melainkan menunggu hingga jilbab (gamis) saya berjumlah 10 pcs. Astaghifirullah, jangan ditiru yaa >.<

Begitulah, saya menggunakan jilbab (gamis) dan berkerudung syari ketika jumlah gamis saya sudah berjumlah 10 pcs, sebagian diberi oleh teman, sebagiannya membeli (gamis yang dibeli di Pasar Baru Bandung ini sebenarnya tidak terlalu syari karena masih terlalu ngepas di badan, dan jarang dijual gamis syari) dan sebagiannya lagi menjahit.

Sebelum mengenakan hijab syari, saya selalu meminta dukungan dari orang-orang terdekat. Alhamdulillah orang tua saya mendukung dan tidak mempermasalahkan. Begitu pula dengan teman-teman terdekat, mereka pun tetap bersikap seperti biasanya ketika saya mulai mengenakan hijab syari. Bahkan adik-adik mengikuti jejak saya, kakak kandungnya, untuk mengenakan jilbab dan kerudung syari,

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Allah memuluskan semua jalan ketika memutuskan berhijab syari. Karena tak sedikit teman-teman saya ditentang oleh keluarganya dan dijauhi temannya ketika memutuskan berhijab syari. Pemandangan langka pada saat itu mengenakan kerudung besar dengan gamis yang panjang menutupi kaki. 

Memang saat itu kehidupan tidak selalu mulus berjalan. Saya pun mulai aktif mengikuti kajian di DKM kampus. Sesaat fitnah, sindiran, dan cemoohan mulai berhembus. Bapak saya, yang kebetulan bekerja di kampus tempat saya kuliah sebagai staff, pun terkena imbasnya. Tudingan radikal, anti Amerika (Barat), bahkan akan menjadi mahasiswa abadi (lulus 7 tahun) menerpa saya. Ketika pulang kajian saya terus ditanyai oleh orang tua tentang apa yang dikaji. Tentu saja saya menerangkan itu semua, toh tidak ada hal yang aneh yang saya kaji di masjid kampus. Bahkan lembaga masjid kampus langsung dibawahi oleh rektornya sendiri, jadi kegiatan kajian ini sifatnya legal/resmi.

Namun, alhamdulillah seiring berjalannya waktu, justru orang tua saya semakin mendukung karena terlihat perubahan dalam diri saya. Ilmu agama dan ibadah pun bertambah. Bahkan ibu selalu meminta saya mengisi kajian di rumah. 

Dari sini semakin saya menyadari, ketika kita memutuskan untuk berhijrah kemudian berhijab syari ternyata tidak cukup sampai di situ. Kita pun harus mencelupkan diri dalam lautan ilmu Allah agar kebaikan yang tercurah pada diri sendiri pun bisa juga menyebar kepada orang di sekitar kita. Sekalipun akan selalu ada yang mencibir, jangan pernah takut karena kita hanya butuh ridho Allah ketika kita menjalankan perintah-Nya. Ingatlah ujian itu akan menaikkan derajat kita di hadapan Allah.

Jadi...
Sudah memutuskan untuk berhijab syari?
Apa ceritamu? :)


life is better with hijab
in frame : deriva khimar & aretha dress by shieraki indonesia



Share this:

, , , , , ,

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment