Nikah: Siap atau Cuma Keinginan?



Nikah. Satu kata yang pasti didamba setiap manusia. Siapa sih yang tidak ingin memiliki pasangan seumur hidup yang bisa melengkapi setiap kekurangan kita? Ya, setiap orang pasti mendambakan pernikahan abadi dengan orang yang dicintainya. Namun pertanyaannya kini adalah, apakah Anda siap untuk menikah sekarang?

Fenomena manusia usia 18-40 tahun, menurut pendapat pribadi saya, dalam jiwa mereka masih terdapat keinginan menikah yang menggebu-gebu. Hal itu memang fitrahnya terdapat dalam diri manusia. Manusia memang diciptakan untuk berpasang-pasangan. Jadi wajar kalau perasaan untuk mencintai dan dicintai itu selalu muncul dalam harapan kita. Kembali ke pertanyaan di atas tadi. Jika semua orang pasti memiliki keinginan untuk menjalin cinta dalam ikatan yang halal alias menikah, tetapi apakah sudah benar-benar siapkah mereka untuk mengikat janji setia dalam ikatan pernikahan?
Hmm…. Hal ini akan saya coba cermati. Melalui sudut pandang saya sebagai seorang perempuan dan juga melalui kaca mata syariat Islam. Banyak fenomena yang terjadi, entah itu berdasarkan pengalaman sendiri atau pun pengalaman dan curhatan orang-orang sekitar.
Mari bernarasi sedikit….

Suatu hari Mawar merasa kegalauan yang sangat dalam. Ia merasa resah, gundah gulana, dan tak enak hati. Usianya kini sudah menginjak 24 tahun. Ia memiliki keinginan untuk menikah di usia muda, tetapi apa daya jodoh pun belum tiba. Ia hanya bisa menunggu cinta itu datang. Ia berharap jodohnya akan tiba tepat di tahun ini. Melati, sahabat Mawar, pun bisa merasakan hal itu. Hanya saja bedanya, Melati akan menikah minggu depan. Terbesitlah dalam pikiran Melati untuk mencarikan seorang pria yang mudah-mudahan cocok untuk sahabatnya itu.

Hari terus berlalu, Melati sudah melewati hari pernikahannya dengan sukacita. Kegalauan Mawar semakin menjadi-jadi, apalagi sahabatnya itu melakukan proses taaruf dengan suaminya tidak berlangsung lama. Boro-boro proses, pria yang datang saja tidak ada, pikir Mawar dalam benaknya. Mawar merasakan kesedihan yang nyata untuk dirinya sendiri. Ia merenung dalam kamarnya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, ada sebuah pesan Blackberry dari Melati.

“Assalamu’alaikum, Mawar! Gimana kabarnya?”

Seketika itu Mawar langsung membalasnya.

“Wa’alaikumsalam. Alhamdulillah Mel, kabar Mawar baik.”

“Syukurlah! Oh ya, aku mau tanya sesuatu sama kamu, boleh?

“Tentu saja!” balas Mawar kilat.

“Kamu udah nemu seseorang yang tepat untuk jadi pendamping hidup, belum?

DEG!! Tiba-tiba hati Mawar berdegup. Ia bertanya-tanya mengapa Melati menanyakan hal itu padanya. Apakah ia akan membantunya?

“Belum, Mel! Emang kenapa?”

Hati Mawar semakin penasaran menunggu jawaban sahabatnya itu.

“War, kamu mau engga kenalan sama teman kuliah suami saya, kebetulan dia juga sedang mencari pasangan.  Bukannya kamu punya target menikah dalam waktu dekat kan? Kalau kamu engga keberatan nanti saya kasihkan pin BBM kamu ke dia. Gimana?”

Mawar terperanjat. Ia senang. Tetapi ia masih ragu apakah ia benar-benar siap untuk menikah dengan seseorang yang belum ia ketahui?

“Hmm….baiklah, mungkin aku mau coba dulu, siapa tahu jodoh bukan?” jawab Mawar.

“Oke, kalau kamu bersedia. Mudah-mudahan ikhtiar ini bisa mengantarkanmu dengan jodoh yang sudah dipilihkan Allah. Nanti aku kabari lagi ya!”

“Oke sip!”

Hari demi hari berganti. Mawar tetap dalam kegalauannya. Padahal ia sudah diperkenalkan dengan pria itu. Namun apa daya, Mawar sama sekali tidak memiliki ketertarikan di awal perkenalannya, terutama dari fisik pria tersebut. Karena tak memiliki ketertarikan mendalam dari segi fisik, akhirnya ia memutuskan untuk mundur dari perkenalan itu. Padahal ia sama sekali belum mengetahui bagaimana agama, akhlak, kepribadian, visi, dan misi dari pria tersebut.  Mawar kembali tenggelam dalam kegalauannya.


Ckckck. Mungkin hal ini banyak terjadi di antara para jomblo yang sedang mencari pasangan. Mungkin saya juga dulu seperti itu, hehe. Awalnya selalu mempertimbangkan fisik, bukan yang lainnya. Wajar memang, setiap orang mendambakan memiliki pasangan yang keren, cakep, cantik, dan menarik. Tetapi kita sama sekali tidak boleh menilai seseorang dari fisiknya terlebih dahulu.  

Dari Abu Hurairah – rhadiyallahu anhu – dari Nabi Muhammad SAW, beliau berkata”Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena kecantikannya, karena nasabnya, karena agamanya. Maka pilihlah alasan menikahinya karena agamanya. Kalau tidak maka rugilah engkau”. (HR. Bukhori no. 5090, Muslim no. 1466). Dari hadits tersebut mensyaratkan kita untuk menikahi seseorang karena agamanya terlebih dahulu, bukan dari harta, nasab, atau fisiknya. Jadi kenalilah calon pasanganmu dari agamanya terlebih dahulu.

Jika kita melihat kasus Mawar di atas, apakah dia tergolong siap untuk menikah atau masih keinginan belaka? Sejatinya, seseorang yang siap menikah, dia akan benar-benar membukakan hatinya pada siapa pun, dengan catatan ini sebagai usaha darinya untuk menemukan pasangan yang ia idamkan dan selanjutnya ia akan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah swt. Karena hanya Allah yang tahu siapa jodoh kita sebenarnya. Seseorang yang sudah siap menikah, ia senantiasa meluruskan niatnya hanya kepada Allah saja, bahwa ia menikah adalah untuk beribadah kepada Allah, untuk mencari ridho-Nya dan bukannya untuk mencari kepuasan dan kesenangan duniawi saja.

Oleh karena itu, bagi siapa pun yang dia berkata ia siap untuk menikah, mari bertanya pada diri sendiri lagi. Sudah siapkah aku? Sudah luruskah niatku untuk menikah? Dan untuk apa aku menikah? Lalu bagaimana dengan perasaan cinta? Tentu saja Allah akan mendatangkan perasaan cinta bagi siapa pun yang dikehendaki-Nya.


Share this:

, ,

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment